Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjung Pinang, Kepri, membuka objek wisata hutan mangrove mengitari kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga. Lihat juga tempat penyewaan Mobil Tanjung Pinang
"Selain untuk melestarikan hutan mangrove, juga untuk mengingatkan kembali memori kolektif sejarah masa lampau yang ada di kawasan cagar budaya peninggalan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tanjung Pinang, Abdul Kadir Ibrahim, di sela-sela peresmian objek wisata tersebut, Kamis.
Kawasan hutan mangrove yang berada di Hulu Sungai Carang, Kota Tanjung Pinang tersebut, mengelilingi peninggalan sejarah yang dibangun pada masa Sultan ke-VIII kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga, Sultan Abdul Jalil Syah III (1623-1677) untuk menjadi pusat kerajaan yang secara resmi dipindahkan dari Johor pada masa Sultan Ibrahim Syah pada tahun 1677 sampai tahun 1685
"Wisatawan nantinya tidak hanya menikmati keindahan hutan mangrove yang ada, namun juga bisa mempelajari kembali peninggalan sejarah Melayu pada masa lampau," ujarnya yang biasa dipanggil Akib.
Akib mengatakan, pengembangan wisata hutan mangrove ini merupakan salah satu bentuk promosi pariwisata Kota Tanjung Pinang, di mana wisatawan bisa menikmati keindahan alam sekaligus mengetahui sejarah masa lalu (Mobil Tanjung Pinang).
"Pengunjung bisa mengelilingi hutan mangrove dari "mangrove walk" yang sudah disediakan dan mempelajari sejarah di Hulu Sungai carang yang sekarang dikenal dengan "Kota Rebah"," ujarnya.
Wali Kota Tanjung Pinang, Suryatati A Manan menyambut baik upaya-upaya yang dimulai untuk membangkitkan kawasan yang disebut berbagai kalangan dengan Kota Raja, atau ada yang menyebut Kota Lama dan terakhir disebut Kota Rebah.
"Upaya pengelolaan kawasan ini, akan memberikan alternatif lain tempat wisata Kota Tanjung Pinang yang tidak saja berupa kawasan pantai, pusat kota dan kawasan belanja yang selama ini dikenal," ujar Suryatati.
Suryatati mengatakan, dari 12 jenis bakau yang ada dikawasan ini, ada satu jenis yang tidak terdapat didaerah lain yang mengembangkan wisata mangrove seperti di Bali.
"Jenis bakau yang disebut masyarakat lokal dengan nama Teruntum sangat ini unik, karena disukai hewan Kunang-kunang sebagai habitat hidupnya, sehingga indah jika di lihat dimalam hari," ujarnya.
Dia juga mengajak kalangan pelajar untuk mengunjungi kawasan wisata mangrove dan cagar budaya tersebut untuk memberikan pemahaman sejarah kepada pelajar mengenai sejarah masa lalu.
Pembukaan kawasan wisata mangrove dan cagar budaya tersebut ditandai dengan prosesi "tepung tawar" yang merupakan adat Melayu, serta penandatanganan prasasti.
Pengunjung yang hadir juga mengitari hutan mangrove serta reruntuhan bangunan Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga itu.(*)
antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar